Headlines News :
Home » » Demonstrasi Juga Perlu Etika!

Demonstrasi Juga Perlu Etika!

Written By Unknown on Kamis, 27 September 2012 | 18.29


Ardhy Dinata Sitepu (Foto: dok. pribadi)

ALAM demokrasi memberikan ruang ekspresi yang terbuka bagi setiap orang untuk menyuarakan aspirasinya secara bebas dan terbuka. Saat ini, kebebasan dalam berpendapat adalah hak bagi setiap warga negara, tidak ada satu pun aturan perundang-undangan yang melarang seseorang untuk mengemukakan pendapatnya di muka umum. Ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia sudah mengenal dan mengakui hak-hak individu, terutama hak mengemukakan pendapat di muka umum. Sebenarnya, jika dilihat dari sejarah, kebebasan berpendapat di muka umum bukan merupakan warisan sejarah abad modern. Jauh sebelum AS melakukan ekspansi ideologi demokrasi, bangsa Indonesia sudah mengenal budaya unjuk rasa yaitu pada masa Keraton Surakarta. Ketika itu, unjuk rasa didefinisikan sebagai bagian kontrol sosial terhadap kebijaksanaan raja atau istana.
Meskipun Indonesia sudah dikatakan mapan, baik dari sejarah maupun pengalaman dalam berdemokrasi, namun budaya demontrasi di Indonesia kerap kali dijalankan dengan cara-cara yang anarkis. Tindakan anarkis para demonstran dalam merespons film  “Innocent of Muslims” di depan kedutaan AS di Jakarta merupakan salah satu bentuk penyimpangan dalam berdemokrasi. Kontroversi atas film  “Innocent of Muslims” memang patut untuk dikecam bersama, karena telah menghina hal yang paling fundamental dalam tradisi agama Islam. Meskipun demikian, tidak ada pembenaran atas perilaku anarkis selama proses demonstrasi berlangsung.

Gelombang protes atas film “Innocent of Muslims” seirama dengan Yasmin Revolusion di Timur Tengah. Gelombang protes ini bergerak secara cepat dalam model yang hampir mirip. Gelombang ini bermula dari Timur Tengah hingga menyebar ke Asia dan seluruh dunia. Dari berbagai aksi protes di depan kedutaan AS di berbagai negara, kecenderungan yang terjadi adalah aksi kekerasan yang disertai perusakan dan pembunuhan. Bahkan di Libya, empat orang diplomat AS terbunuh selama gelombang aksi yang dilakukan pada 11 September lalu. Gelombang protes ini juga terjadi di negara-negara lainnya seperti Tunisia, Pakistan, Indonesia hingga Australia.

Aksi demontrasi dengan kekerasan dan pengerusakan notabenenya hanya menimbulkan kerugian bagi rakyat Indonesia. Selama protes film  “Innocent of Muslims” ini, ormas-ormas yang melakukan demonstrasi telah merusak fasilitas umum dan melakukan kekerasan terhadap pihak keamanan. Pada dasarnya, biaya perbaikan fasilitas umum tersebut akan ditanggung kembali oleh rakyat Indonesia sendiri. Selain itu, perusakan terhadap kedutaan AS di Indonesia merupakan tindakan yang dapat mengancam posisi Indonesia di dunia internasional dan eksistensi hubungan Indonesia-AS. Dalam etika dunia diplomasi, keberadaan kantor perwakilan negara (Extra Ordinary Territory) merupakan wilayah yang tidak boleh disentuh, bahkan oleh hukum negara penerima.

Sebenarnya, aksi protes bisa dilakukan dengan cara yang bijak dan cerdas. Saat ini kita sama-sama menyadari bahwa aksi unjuk rasa sering kali diabaikan oleh pihak penguasa karena tidak memberikan pengaruh yang besar. Bahkan terkadang, aksi unjuk rasa hanya sekadar tindakan seremonial simbolis. Padahal bentuk protes untuk merespons pembuatan  film  “Innocent of Muslims” bisa dilakukan dengan cara yang lebih mengena, seperti  pemboikotan produk-produk AS yang ada  di Indonesia. Gerakan seperti ini diharapkan akan memiliki efek jera yang berdampak sistemik sehingga bisa mendorong AS untuk menindak tegas pembuat film  “Innocent of Muslims” yang dikecam dunia internasional.

Ardhy Dinata Sitepu
Ketua BEM FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Periode 2012-2013
(//rfa)
Share this post :

Posting Komentar

 
Copyright © 2012. Mahasiswa Indonesia - All Rights Reserved