Headlines News :
Home » » "Tawuran Cerita Lama, Bunuh-bunuhan Baru Semua Mata Terbuka"

"Tawuran Cerita Lama, Bunuh-bunuhan Baru Semua Mata Terbuka"

Written By Unknown on Kamis, 27 September 2012 | 18.25


Foto : (Heru Haryono/Okezone)
JAKARTA - Tawuran antarpelajar bukan hanya terjadi baru-baru ini. Aksi serupa telah terjadi sejak dulu dan kini semakin brutal hingga menimbulkan korban jiwa. Maka, untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan perbaikan menyeluruh bukan hanya di tingkat para siswa saja.
Demikian diungkapkan Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Musni Umar. "Sebenarnya masalah ini sudah cukup lama tapi pihak sekolah dan masyarakat tidak mau tahu. Waktu ada tawuran hingga bunuh-bunuhan, baru semua mata terbuka. Namun, selagi akar masalah tidak terselesaikan, maka masalahnya tidak akan selesai," ujar Musni ketika berbincang dengan Okezone, Kamis (27/9/2012).

Musni menyebutkan, ketika pernah menjadi anggota komite di SMA 70 dia pernah mengusulkan kepada pihak sekolah untuk melakukan penelitian guna mencari akar masalah mengenai perselisihan antara SMA 6 dan SMA 70. "Namun, kepala sekolah tidak menyetujui usulan tersebut dengan alasan dana yang dibutuhkan untuk menelitian cukup besar, yakni Rp40 juta," katanya.

Menurut Musni, ada tiga hal yang memiliki pengaruh dalam munculnya aksi tawuran antarpelajar. "Pertama, lingkungan rumah tangga. Kedua orangtua yang sibuk membuat anak-anak tumbuh dalam suasana kesepian. Sementara di sekolah, dia juga tidak menemukan ketenangan dan kehidupan yang optimis untuk mencapai masa depan di sekolah," tuturnya.

Dia menilai, saat ini mata pelajaran yang diajarkan di sekolah hanya memprioritaskan kualitas akademik dan lupa menanamkan nilai-nilai budi pekerti maupun toleransi. "Siswa diberikan mata pelajaran yang berat dan kesuksesan pelajar diukur oleh nilai Ujian Nasional (UN)," pungkas Musni.

Kedua, lanjut Musni, dari sisi sekolah. Dia menyatakan, saat ini guru-guru hanya bertindak sebagai karyawan bukan pendidik sehingga tidak ada pembinaan dan pendekatan di luar pelajaran. "Inilah yang mungkin menjadi perbedaan antara sekolah berlatar belakang agama dengan sekolah negeri," imbuhnya.

Faktor ketiga, ungkapnya, adalah masyarakat. Selama tidak mengganggu kepentingan mereka, maka masyarakat akan acuh terhadap tawuran. "Tapi kalau ada yang meninggal baru tersadarkan bahwa aksi tersebut berbahaya dan harus dihentikan," tandasnya.

Oleh karena itu, ujar Musni, perlu ada kerjasama antara ketiga pihak tersebut untuk dapat menghentikan aski serupa. "Dicari akar masalahnya kemudian diselesaikan bersama-sama," papar Musni.
(mrg)
Share this post :

Posting Komentar

 
Copyright © 2012. Mahasiswa Indonesia - All Rights Reserved